Oleh: Anggi Andarini Ritonga
Editor: Avifa Khairunisa
Photo by Kat Jayne from Pexels
Anxious-ambivalent attachment merupakan salah satu pola kelekatan yang dikembangkan berdasarkan teori Bartholomew dan Horwitz (1991). Kelekatan (attachment) didefinisikan sebagai kemampuan untuk membangun hubungan emosional dengan orang lain, yang terbentuk sejak awal masa kehidupan. Anxious attachment sendiri merupakan salah satu jenis kelekatan yang ditandai dengan besarnya rasa takut akan diabaikan dan tidak dihargai oleh orang-orang terdekatnya (mbgmindfulness (2020)).
Sedari lahir, manusia pada umumnya membutuhkan orang lain untuk bertahan hidup, selayaknya bayi memiliki yang membutuhkan pengasuhan orang tua atau orang terdekat lainnya. Mereka cenderung membutuhkan perhatian terus-menerus, yang biasanya disampaikan melalui sinyal seperti tangisan dan tawa. Bagaimana respon orang tua terhadap sinyal tersebut membentuk persepsi anak terhadap suatu hubungan ketika dewasa, apakah ia dapat merasa aman dan percaya dengan sang pemberi perhatian, atau sebaliknya.
Orang tua yang selalu sigap ketika anak merasa terancam akan menimbulkan persepsi oleh anak sosok tersebut adalah orang yang dapat diandalkan, memberikan rasa aman dan perlindungan. Ketika dewasa, sang anak akan cenderung memiliki secure attachment style, dimana ia mampu memiliki pandangan positif terhadap diri sendiri, menjadi individu yang mandiri, dan merasa pantas untuk dicintai. Orang dengan tipe kelekatan ini mampu mempertahankan hubungan yang akrab dengan orang lain, namun tetap mampu membuat batasan.
Sebaliknya, orang tua yang inkonsisten dalam merespon sinyal anak dapat menimbulkan kecemasan pada diri anak. Terkadang, orang tua akan memeluk atau menenangkannya ketika Ia menangis, namun terkadang mereka akan mengabaikannya begitu saja.
Sikap ini membuat anak bingung apakah orang yang mereka andalkan dapat memberikan rasa aman kepada mereka. Sehingga ketika dewasa, sang anak cenderung memiliki keraguan apakah dia benar-benar bisa dicintai. Pola kelekatan ini diklasifikasikan sebagai insecure attachment style. Menurut John Bowlby (dalam Website The Attachment Project, 2020) Insecure attachment style sendiri dibagi lagi menjadi tiga tipe yaitu 1) avoidant dismissive, 2) avoidant-fearful, dan 3) anxious-ambivalent.
Orang dengan anxious attachment memiliki ketakutan yang besar akan diabaikan, ingin memiliki hubungan yang dekat dengan orang lain, namun merasa orang lain tidak mau bersama dengannya. Menurut para ahli, penyebab utama dari anxious attachment adalah tidak konsistenan-nya sang pengasuh dalam merespon kebutuhan emosional anak. Selain itu, juga dapat disebabkan perpisahan dengan orang tua, kekerasan fisik, dan kekerasan emosional yang dialami sejak kecil.
Menurut website Healthline (2019), orang dewasa dengan anxious attachment cenderung memiliki ciri-ciri seperti berikut:
- Kesulitan mempercayai orang lain
- Memiliki pandangan positif terhadap pasangan mereka, namun memiliki pandangan yang negatif terhadap diri sendiri
- Merasa takut ditinggalkan dan diabaikan oleh orang terdekat
- Butuh berulang kali diyakinkan bahwa mereka benar-benar dicintai dan berharga
- Memiliki ketergantungan berlebih terhadap pasangan atau orang terdekat
- Sangat sensitif terhadap sikap dan perasaan pasangan
- Cenderung memiliki emosi yang kurang stabil dan bertindak impulsif
Dalam hubungan romantis, seseorang dengan anxious attachment cenderung memiliki kecurigaan yang besar terhadap pasangannya. Ketika pasangannya pergi bersama teman temannya, Ia dapat langsung merasa cemas bahwa pasangannya akan mengabaikannya. Namun, orang dengan anxious attachment akan sulit mengkomunikasikan kebutuhan emosionalnya sehingga akan cenderung bersikap impulsif seperti menjadi terlalu posesif.
Hal ini tentunya akan mengarah ke hubungan yang tidak sehat, yang dapat mempengaruhi kondisi mental kedua belah pihak. Meskipun ciri diatas lebih sering ditemukan dalam hubungan romantis, namun hal ini juga dapat terjadi dalam hubungan pertemanan atau bahkan kekeluargaan.
Dilansir dari website mbgmindfulness (2020), berikut adalah beberapa hal yang dapat menjadi pemicu munculnya kecemasan pada orang dengan anxious attachment:
- Tidak responsif: Ketika orang terdekatnya tidak merespon panggilan atau pesannya dalam waktu yang agak lama, Ia akan cenderung mengalami kekhawatiran yang berlebih tentang apa yang mungkin terjadi dan berpikir bahwa Ia telah melakukan suatu kesalahan yang menyebabkan orang terdekatnya mengabaikannya.
- Merasa terancam dalam suatu hubungan: Orang dengan anxious attachment cenderung menghindari konflik dengan orang terdekatnya. Ketika orang terdekatnya menyampaikan sebuah masalah, ia akan langsung berpikir ekstrim bahwa orang tersebut akan segera meninggalkannya.
- Pasangan yang terlihat lebih mandiri: Ketika pasangan mereka mempunyai teman teman baru atau memiliki hobi baru, hal ini dapat memicu perasaan takut ditinggalkan atau merasa sudah tidak menarik/menyenangkan lagi bagi pasangannya.
- Perilaku yang tidak terduga: Ketika orang terdekatnya cenderung menunjukkan perilaku yang tidak sesuai ucapan mereka, hal ini akan memicu kecemasan dan ketidakamanan dalam diri mereka.
- Jarak: Orang dengan anxious attachment membutuhkan validasi konstan dari orang terdekat mereka. Ketika orang terdekatnya sibuk dengan hal lain, sesederhana bersosialisasi dengan temannya atau sibuk dengan pekerjaan mereka, dapat membuat orang dengan anxious attachment merasa ada jarak diantara mereka.
Perasaan takut kehilangan orang yang dicintai adalah sesuatu yang normal. Keinginan untuk mendapatkan pengakuan, pertolongan, dan kedekatan emosional jugalah hal yang wajar. Namun perasaan takut sendiri dan takut diabaikan yang berlebih dapat menjadi racun bagi jiwa kita sendiri. Hal ini akan memicu perasaan khawatir dan cemas yang intens sehingga mengganggu produktivitas dan kualitas hidup kita.
Attachment style bukan merupakan sesuatu yang bersifat tetap dan tidak dapat diubah. Melalui beberapa cara, kita bisa mengubah pola kelekatan kita dengan orang lain ke arah yang lebih aman. Berdasarkan website WebMD (2021), ada beberapa langkah yang dapat kita tempuh, antara lain:
- Self-awareness: Menyadari bagaimana pola keterikatan kita dengan seseorang adalah langkah awal yang baik untuk mulai merubah kebiasaan kita.
- Menjalin hubungan dengan orang yang memiliki secure attachment style: Hal ini akan membuat kita merasa aman dalam sebuah hubungan dan belajar untuk lebih mempercayai orang lain. Hal ini juga dapat dilakukan dengan menjalin pertemanan dengan orang-orang yang mempunyai pandangan positif terhadap dirinya sendiri dan mampu membangun batasan, sehingga kita dapat belajar bagaimana sebenarnya kelekatan yang aman itu.
- Meningkatkan kemampuan komunikasi: Belajar untuk mengkomunikasikan kebutuhan emosional kita terhadap orang terdekat secara jelas. Sehingga, pasangan dan orang terdekat kita tidak merasa kebingungan bagaimana sebaiknya menyikapi perilaku kita.
- Mencari pertolongan ke professional: Jika mendapatkan dukungan dari orang sekitar dirasa sulit, maka tidak ada salahnya untuk berkonsultasi dengan profesional. Profesional dapat membantu melihat masalah kita secara lebih objektif dan secara perlahan melatih untuk merubah perilaku kita.